Metode Sintesis Teknik Hidrotermal
Teknik sintesis hidrotermal memiliki kesamaan dengan teknik solvotermal
hanya saja jika pada teknik sintesis solvotermal menggunakan pelarut non air
sebaliknya pada teknik sintesis hidrotermal adalah menggunakan pelarut air
untuk melarutkan prekursor atau reaktan. Penggunaan pelarut air untuk melrutkan
prekursor dinilai lebih praktis selain merupakan pelarut umum yang cukup
melimpah jika kita bandingkan dengan pelarut non air pada metode sintesis tenik
solvotermal.
Prinsip teknik hidrotermal pun tak jauh berbeda dengan prinsip teknik
solvotermal yakni pemanasan reaktan dalam wadah tertutup dengan menggunakan
medium air dimana sistem yang tertutup ini memungkinkan tekanan dan suhu yang
meningkat dengan cepat. Ningsih [2], mengungkapkan sintesis hidrotermal secara
umum didefinisikan sebgai sintesis kristal atau pertumbuhan kristal pada
temparatur dan tekanan tinggi. Sintesis hidrotermal biasanya dilakukan pada
suhu dibawah 300°C. Kelebihan dari teknik sintesis hidrotermal diantaranya
adalah (1) terbentuk powder secara
langsung dari larutan, (2) ukuran partikel dan bentuknya dapat dikontrol dengan
menggunakan material awal dan kondisi hidrotermal yang berbeda, dan (3)
kereaktifan bubuk yang dihasilkan tinggi. Sedangkan kekurangan teknik ini
adalah (1) solubilitas material awal harus diketahui, (2) slurry hidrotermal berdifat korosif, dan (3) penggunaan bejana
tekanan tinggi akan berbahaya jika terjadi kecelakaan.
Mukti [1] dan timnnya, sintesis zeolit mordenit menggunkan teknik
sintesis hidrotermal pada suhu 170°C menunjukkan kristalinitas yang tinggi
hasil karakterisasi menggunakan XRD. Hasil pengamatan SEM menunjukkan bentuk
zeolit yang terdiri atas tidak reguler dan partikel kecil berbentuk bola masing-masing
berukuran >500 nm dan ~100 nm. Namun dalam penelitian ini pembentukan
morfologi bola tidak dapat ditemukan secara homogen yang menunjukkan proses
rekristalisasi yang belum 100% atau masih menunjukkan fase amorf. Bagaimanapun,
teknik sintesis hidrotermal dalam penelitian ini telah mampu mensintesis zeolit
MOR atau mordenit dengan kemurnian dan kritaslitias yang tinggi dengan hanya
memanfaatkan mineral alam Indonesia yang berkualitas rendah sebagai benih.
Gambar 1. Karaktersiasi menggunakan FE-SEM mineral alam
(a), dan zeolit MOR (b) [1]
|
Lestari [3] dan timnya menggunakan teknik sintesis hidrotermal
termodifikasi melalui penambahan mineralizer
NaOH atau disebut alkali hidrotermal. Berdasarkan penelitian menunjukkan
bahwa proses ini mampu mengubah komponen utama kuarsa dan fasa amorf menjadi
material zeolit yang mengandung mineral sodalit, mullit dan zeolit P.
Penelitian ini juga menunjukkan bahwa variasi konsentrasi NaOH dan temparatur
dalam sistem akan mempengaruhi hasil zeolit yang diinginkan.
Gambar 2. Data SEM TiO2 nanowires (a), N-TiO2/NG
(b-c); dan data TEM TiO2 nanowires (d), N-TiO2/NG (e) [4]
|
Li [4] dan timnya memanfaatkan teknik sintesis hidrotermal dalam proses
sintesis komposit N-TiO2 nanowires
dengan grafin terdoping N (atom nitrogen) (N-TiO2/NG) pada keadaan
suhu rendah. Data yang dihasilkan XRD menunjukkan komposit N-TiO2/NG
dapat teramati dengan jelas masing-masing penyusun baik TiO2 mapun
NG. Penggunaan teknik hidrotermal pun tidak merusak peak dari TiO2 ketika ditambahkan dengan NG meskipun karakteristik
peak NG (26,5°) tidak teramati dalam XRD dikarenakan lemahnya intensitas NG
dibandingkan dengan TiO2 nanowires.
Pengamatan menggunakan SEM, saat proses hidrotermal berjalan, TiO2 nanowires sama seperti bentuk aslinya
dengan sedikit aglomerasi dan teknik ini mampu menghasilkan material komposit
yang seragam dengan ukuran berskala mikrometer. Sedangkan pengamatan
menggunakan TEM, diamater dari TiO2 murni adalah berkisar 60-80 nm
hingga ukurannya mencapai skala beberapa mikrometer. Namun, secara jelas dapat
teramati bahwa morfologi TiO2 nanowires
berubah dengan sedikitnya aglomerasi saat proses hidrotermal berlangsung.Dalam
penelitian ini atom N sebagai subtituen yang berasal dari dekomposisi urea
melalui teknik sintesis hidrotermal tidak hanya mampu masuk kedalam kisi TiO2
namun juga mampu masuk kedalam rangka lembaran nano-grafin. Selain itu, TiO2
nanowires secara efisien mampu
terdeposit atau tersebar pada permukaan grafin.
Daftar Pustaka
1.
S.Wustoni,
R.R. Mukti, A. Wahyudi, dan Ismunandar, 2011, Jurnal Matematika & Sains¸16(3): 158-160.
2.
S. K.
W. Ningsih, 2016, Sintesis Anorganik, UNP Press.
3.
Jumaeri,
W. Astuti, dan W.T. P Lestari, 2007, Reaktor,
11(1): 38-44.
4.
C. Liu,
L. Zhang, R. Liu, Z. Gao, X. Yang, Z. Tu, F. Yang, Z. Ye, L. Cui, C. Xu, dan Y.
Li, 2016, Journal of Alloys and Compounds,
656: 24-32.
Baca juga Teknik Sintesis Sol Gel disini.
Baca juga Teknik Sintesis Solvotermal disini.
Baca juga Teknik Sintesis Sol Gel disini.
Baca juga Teknik Sintesis Solvotermal disini.
Leave a Comment