Metode Sintesis Teknik Sol-Gel
Metode
sintesis teknik sol-gel merupakan salah satu teknik sintesis yang cukup
menjanjikan untuk membentuk ukuran partikel skala nano sekaligus memebentuk
penampakan morfologi yang homogen [1-3]. Proses sol-gel merupakan teknik
sintesis yang menerapkan 2 tahapan fasa penting yaknik sol dan gel. Sol adalah
suspensi koloid partikel padat dalam fasa cair melalui reaksi hidrolisis dan
polimerasi dari prekursor tertentu atau sol merupakan dispersi stabil dari
partikel koloid atau polimer dalam sebuah pelarut dimana interaksi yang terjadi
adalah gaya van der walls. Sedangkan
gel adalah zat yang memiliki pori semirigid yang terdiri atas jaringan kontinu
dalam tiga dimensi yang dapat terbentuk dari rantai polimer [4].
Prinsip
metode sintesis teknik sol-gel adalah pembentukan larutan prekursor dari
senyawa yang diharapkan dengan menggunakan pelarut organik, terjadinya
polimerisasi larutan, terbentuknya, dan dibutuhkan proses pengeringan dan
kalsinasi gel untuk menghilangkan
senyawa organik serta membentuk material anorganik berupa oksida. Teknik
sintesis ini membeutuhkan banyak tahap diantaranya adalah proses fisika dan
kimia yang terdiri atas hidrolisis, polimerisasi, pembentukan gel, kondensasi,
pengeringan dan densifikasi. Kelebihan dari penggunaan metode ini diantaranya
adalah (a) homogenitas produk yang tinggi, (b) kemurnian yang tinggi, dan (c)
suhu yang digunakan realtif rendah. Sedangkan kekurngannya adalah (a) prekursor
yang mahal, (b) membutuhkan waktu yang lama dan (c) terbentuknya sisa hidroksil
dan karbon [4]. Salah satu contoh sintesis material yang menggunakan teknik
sintesis ini adalah titanium dioksida (TiO2) [5].
Gambar 1. Ilustrasi sintesis TiO2 menggunakan
teknik sintesis sol-gel [2]
|
Penelitian
yang dilakukan oleh Setyani dan Wibowo [6] mensintesis nano TiO2
dengan variasi pelarut menunjukkan ukuran partikel berskala nano masing-masing
untuk pelarut metanol dan etanol adalah 13,78 nm dan 34,26 nm. Penggunaan
pelarut dengan polaritas yang berbeda akan menghasilkan polaritas yang berbeda
kemudian akan mempengaruhi besarnya reaktivitas pada saat proses hidrolisis dan
kondensasi berlangsung. Pengaruh ini dibuktikan melalui pengamatan menggunakan
XRD yang menunjukkan penggunaan pelarut metanol akan meningkatkan kristalinitas
nanopartikel TiO2. Fokus objek terhadap material semikonduktor TiO2
pun dilakukan oleh Almu’minim dan timnya [7] dengan melapiskan TiO2
pada substrat sebagai film lapis tipis TiO2. Pengaplikasian TiO2
pada substrat film memberikan penampakan partikel yang berbeda diabndingkan
dengan penelitian yang dialkukan oleh Setyani dan Wibowo dimana ukuran partikel
yang terbentuk adalah sebesar 250 nm berdasarkan hasil pengamatan menggunakan
SEM. Penampakan muka morfologi dalam penelitian ini pun menunjukkan tingkat
homogenitas yang rendah yakni inti kristal tidak menyebar tidak merata pada
beberapa bagian. Bagaimanapun, berdasarkan data XRD kristal berjenis anatase
berhasil dibuat dengan mudah pada penelitian.
Gambar 2. Analisis nano-TiO2 (a) [6], tampilan
fisik kristal TiO2 pada substrat kaca (b-c) [7] menggunakan teknik
sintesis sol-gel
|
Penelitian
yang dilakukan oleh Ningsih dan Khair [8] mensintesis nanopartikel NiO dengan
variasi prekursor menggunakan teknik sintesis sol-gel pada suhu rendah.
Masing-masing prekursor membentuk ukuran struktur nano dengan mudah dimana
nikel nitrat heksahidrat, nikel asetat tetrahidrat dan nikel sulfat heksahidrat
memiliki ukuran partikel sebesar 72,16; 38,63; dan 32,84 nm. Berdasarkan hasil
SEM, masing-masing prekursor memberikan struktur morfologi yang bervariasi.
Prekursor nikel nitrat heksahidrat, nikel asetat tetrahidrat dan nikel sulfat
heksahidrat masing-masing membentuk spherical,
rod dan hexagonal. Pengamatan menggunakan XRD prekursor nikel nitrat
heksahidrat dan nikel asetat tetrahidrat menunjukkan struktur kristal kubik,
sedangkan nikel sulfat heksahidrat berstruktur kristal monoklinik dimana
masing-masing menunjukkan impuriti atau pengotor dari substansi samping yang
terbentuk.
Gambar 3. SEM dari prekursor nikel nitrat heksahidrat (a),
nikel asetat tetrahidrat (b) dan nikel sulfat heksahidrat (c) [8]
|
Daftar Pustaka
1.
T.K.
Kim, M.N. Lee, S.H. Lee, Y.C. Park, C.K. Jung,dan J.H. Boo, 2005, Thin Solid Films, 475: 171-177.
2.
M.
Hema, A.Y. Arasi, P. Tamilselvi, dan R. Anbarasan, 2013, Chemical Science Transaction, 2(1): 239-245.
3.
S.
Rahim, S. Radiman, dan A. Hamzah, 2012, Sins
Malaysiana, 41(2): 219-224
4.
S.
K. W. Ningsih, 2016, Sintesis Anorganik, UNP Press.
5.
Y.
Rilda, S. Arief, A. Dharma dan A. Alif, 2010, Jurnal Natur Indonesia, 12(2): 178-185.
6.
A.
Setyani dan E. A. P. Wibowo, 2017, Jurnal
Ilmiah Sains, 17(1): 26-29.
7.
A.
S. Almu’minin, T. Haryati, dan T. Mulyono, 2016, Jurnal Ilmu Dasar, 17(2): 65-72.
Leave a Comment