Antara Sumber Kekayaan Alam dan Kepemimpinan: Ulasan Buku Curse to Blessing

Curse to Blessing, Rhenald Kasali, transformasi Bojonegoro, mahasiswa, review buku, kepemimpinan, rumah perubahan, Bupati Bojonegoro, Kang Yoto, Suyoto

Buku yang ditulis oleh Prof. Rhenald Kasali ini merupakan satu diantara sekian banyak buku favorit dan inspirasi saya. Buku ini diterbitkan oleh Mizan bertahun 2016 dengan jumlah halaman kurang lebih 223 halaman, pembaca dapat membelinya di toko-toko buku atau langsung mengeceknya di website resmi mizan. Harga untuk buku ini kurang lebih berkisar antara Rp 40.000-60.000.

Berbicara mengenai sosok penulis Prof Rhenald Kasali dalam biografi singkat di akhir buku ini, beliau adalah seorang Guru Besar Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Beliau telah banyak mempublikasikan buku ber-genre perubahan dan manajemen. Hal ini senada dengan kegiatan sosial yang dipimpin beliau yakni Rumah Perubahan. Hal yang perlu diketahui pembaca, salah satu bukunya yang berjudul “Self Driving” telah mencapai cetakan ke-14 dan menginspirasi banyak orang tentunya. Dan beberapa buku best seller lainnya seperti Reinventing dan Change Leadership pun yang sudah banyak dibaca oleh berbagai kalangan dan lapisan masyarakat di tanah air.

Buku ini “Curse to Blessing”, intinya mengulas tentang sebuah kisah kabupaten di Jawa Tengah yakni Bojonegoro dengan gaya kepemimpinan Bupati Bojonegoro. Kisah inovasi dan transformasi yang dilakukan oleh Bupati Bojonegoro, Bapak Suyoto atau Kang Yoto sapaan akrabnya layak untuk diangkat dalam sebuah buku yang ditulis langsung oleh penulis. Penulis dalam pembukaannya menyampaikan bangaimana suatu kekayaan yang tidak di­-manage dengan baik dibawah struktur kepemerintahan akan menjadi malapetaka tidak hanya bagi masyarakat di sekitarnya namun juga berdampak hingga skala nasional.  Namun, sebaliknya jika sumber daya alam meskipun itu dipandang sebelah mata jika di-manage dengan benar maka akan mendatangkan kemakmuran bagi masyarakatnya. Tengoklah negara tetangga, Singapura diceritakan dalam buku ini oleh penulis. Singapura dengan luas lahan hanya berkisar 400 km2 atau sekitar 240 ton jika dikonversi menjadi lahan pesawahan atau setara nilainya dengan penyaluran raskin selama sebulan yang konsumsi berasnya mencapai 3,5 ton/bulan, saat ini kita menjadi saksi atas kebangkitan negara Singapura di kawasan Asia.

Mentok di sektor lahan bukan berarti mentok di sektor lainnya, bukan? Lalu apa yang menyebabkan negeri singa itu mampu jaya hingga saat ini? Penulis menjawabnya dengan INOVASI. Singkatnya pemimpin mereka Lee Kuan Yew, Singapura mulai berbenah. Lee tidak hanya menuntut pembangunan fisik namun juga melakukan pembangunan nonfisik. Lee lebih lanjut, secara konsisten melakukan perubahan melalui perumusan strategi pembangunan ekonomi global yang berorientasi pada keunggulan daya saing dan produktivitas  lewat pemerintahan yang bersih, masyarakat yang disiplin, dan industrialisasi yang ditangani oleh tenaga-tenaga profesional [1].

Lalu bagaimana dengan kepemimpinan Bupati Kang Yoto dalam mengelola SDA nya? Berbicara tentang SDA, Kabupaten Bojonegero bisa dibilang seperti sebuah mata uang koin. Keberkahan dan malapetaka tidak bisa dipisahkan. Pasalnya, di sisi satu memiliki latar belakang daerah yang sulit namun disisi lainnya diberkahi SDA yang membuat masyarakatnya bisa “kaya mendadak”, yakni kecipratan sumber daya minyak. Dalam akar budaya dan sisi geografis kisah Kabupaten Bojonegoro yang ditulis dalam buku ini adalah salah satu daerah termiskin dan paling terbelakang di Pulau Jawa. Hal ini diantaranya akibat gagal panen yang sudah ada semenjak jaman dahulu. Ditambah tanah pertanian yang tidak subur karena kandungan fosfat yang rendah dan krisis banjir yang melanda menjadi langganan. Di sisi lain keberkahan muncul di kabupaten ini pada tahun 2001. Transformasi daerah pun dimulai dari yang semula daerah tertinggal menjadi daerah yang berkah, berkah kelimpahan minyak.

Lalu apakah proyek minyak ini akan membuat petaka bagi masyarakatnya? Penulis dalam bukunya menyampaikan keresahannya akan keadaan “kaya mendadak” yang ditimpakan kepada masyarakat Bojonegoro ini. Pasalnya, daerah yang dulunya miskin dan sering tertimpa petaka banjir kini menjadi daerah yang “tajir”. Hal ini ditambah sektor ekonomi yang akan berubah pesat dari lesu kini mulai bergairah. Persoalan mendasar adalah ketika ladang minyak ini berhenti beroperasi, kontrak kerja habis dan produksi menurun maka akan langsung berimbas negatif pada masyarakat Bojonegoro dan berakibat menjadikan daerahnya menjadi tak berpenghuni. Contoh nyata, mulailah menengok Sangsanga di Kalimantan Timur dan Arun di Aceh.

“Kaya mendadak” dalam hal ini sangat disadari betul oleh Kang Yoto dan efek negatif yang ditimbulkan kedepannya seperti beberapa daerah lainnya di Indonesia. Menangai hal ini, tidak lain adalah transformasi dan inovasi Bojonegoro yang merupakan cerminan gaya kempemimpinan Bupati Bojonegoro Kang Yoto. Bojonegoro kini, mulai berbenah dibawah kepemimpinan Kang Yoto. Sistem otonomi daerah oleh Kang Yoto dimanfaatkan benar untuk membangun Bojonegoro dengan baik. Tidak hanya pengelolaan perolehan bagi hasil atas kekayaan minyak yang menjadikana Bojoneoro “kaya mendadak”, tetapi rencana Kang Yoto mulai terealisasi dari transformasi perkebunan menjadi kawasan agrowisata yang menumbuhkan perekonomian kecil di sisi-sisinya. Selain itu, dibawah kepemimpinan Kang Yoto, mulai dimunculkan trademark Bojonegoro melalui batik dan pemutusan rantai kemiskinan melalui pengkaryaan usia muda 15-20 tahun melalui training dengan target peserta 12.000 orang per tahunnya. Kemudian Kang Yoto pun melalui kebijakannya mengeluarkan 6 pilar pembangunan yakni ekonomi, lingkungan hidup, modal sosial, fiskal berkelanjutan, clean governance dan kepemimpinan transformatif. Dan beberapa inovasi lainnya yang membawa Bojonegoro menjadi daerah yang unggul dibawah tangan dingin Bupati Bojonegoro, Kang Yoto. Kepemimpinan Kang Yoto membawa Bojonegoro keluar dari keterlenaan masyarakatnya terhadap sumber kekayaan alam dan memanfaatkan setiap kesempatan emas yang ada untuk membangun wilayah yang dipimpinnya menjadi lebih baik.

Di akhir ulasan ini, poin penting sosok Kang Yoto dalam buku ini secara eksplisit mampu mengharominisasikan dirinya melalui social culture masyarakat, aktivitas pencerdasan publik, memahami filosofi medan kerjanya serta tak ketinggalan tangan dinginnya dalam setiap bentuk transformasi dan inovasi sederhana yang dilakukan sehingga mampu membangun masyarakat dan kini unggul daerahnya. Banyak pesan tersirat yang digambarkan dalam buku ini atas sosok Kang Yoto dan gaya kepemimpinanya dalam “menanggapi langganan bencana” serta mengubahnya menjadi strategi pembangunan Kabupaten Bojonegoro. Pesan ini dapat menjadi inspirasi dan contoh bagi kaum pemuda atau kalangan umum untuk mampu mengamati dan mengkolaborasikan potensi yang ada sehingga menjadikannya keunggulan dan pengembangan diri kearah yang lebih baik. Recommended untuk dilahap habis.

Daftar Pustaka
1.       R. Kasali, 2016, Curse to Blessing, Mizan, hal. viii-ix


No comments

Powered by Blogger.