Apakah amonia seperti air? Ulsan Jurnal “Is Ammonia Like Water?”
Ulasan jurnal berjudul “Is Ammonia Like Water?” ini cukup
menarik perhatian saya. Kurang lebih judulnya yang membuat orang bertanya-tanya
apalagi kalangan awam. Bagi seorang kimiawan apalagi pelaku seperti saya yang
berkecimpung dengan bahan-bahan kimia pasti cukup mengenal bahan kimia yang
satu ini. Meskipun dapat dengan mudah ditemukan di tubuh manusia yakni dalam
bentuk buangan air seni, senyawa amoniak ini pun sudah ada dalam bentuk larutan
yang dicampur dengan pelarut seperti air dan kadarnya bervariasi. Namun,
pembaca jangan mencoba-coba untuk menciumnya, cukup dengan kadar 25% sudah
membuat kepala pusing, batuk-batuk dan sedikit pingsan. Sama seperti kala itu,
saya melalakukan penelitian yang dibarengi dengan penambahan amoniak dalam
sintesis material sudah bisa membuat kepala rasanya “nyut-nyutan” meskipun dengan savety
lab yang cukup memadai.
Publikasi ini ditulis oleh J.B
Gill pada tahun 1970 [1]. Cukup tua juga untuk sebuah jurnal; kuran lebih
hampir 50 lamanya. Inti dari jurnal ini secara umum akan memaparkan
pembandingan antara 2 buah senyawa yang paling banyak dan sering dilakukan
studi yakni air (H2O) dan amoniak (NH3). Penulis
menuturkan pentingnya membandingkan pelarut protonik ini dalam bentuk perilaku
asam-basa, solvolisis dan reaksi lainnya, kelarutan garam dan lain-lainnya.
Dalam tulisan ini akan membahasa 2 pokok utama yakni sifat fisik dari pelarut
dan dalam larutan. Terutama sifat konstanta dielektrik pelarut. Penelitian ini
ditujukan atas keterbatasan penyediaan informasi dan data yang ada sebelumnya.
Informasi yang dapat ditemukan
adalam jurnal ini adalah sebagai berikut:
Pertama, konstanta dielektrik
dari sebuah pelarut merupakan sifat dimana kekuatan ionisasi dari pelarut
tersebut. Sebagai contoh dalam kasus ini, air memiliki konstanta sebesar 80
sedangkan amonia cair pada suhu -33°C adalah sebesar 22. Hal ini menanadakan
bahwa amonia merupakan pelarut pengionisasi yang bruk dibandingkan dengan air.
Mudahnya, hal ini dapat menunjukkan tingkatan sebuah pelarut mampu
memisahkan ion terlarut atau solute dalam larutan. Kekuatan ionisasi
sebuah pelarut juga dipengaruhi oleh kemampuan pelarut untuk mensolvasi atau
berkoordinasi terhadap ion terlarut. Ion akan memiliki energi solvasi yang
besar dalam pelarut dengan konstanta dielektrik yang besar. Berbeda halnya jika
ion yang dilarutkan dalam pelarut dengan dengan konstanta dielektrik rendah,
maka ion terlarut cenderung kembali berpasangan kedalam beberapa bentuk spesis
gabungan, yang umumnya tidak terjadi pada pelarut dengan konstanta dielektrik yang
besar; semua ion akan sepenuhnya terpisah dalam pelarut dengan konstanta
dielektrik yang besar.
Kedua, untuk mengetahui kondisi
ion-ion baik dalam pelarut amoniak cair dan air (sifat fisik larutan
elektrolit) dapat diilustrasikan melalui beberapa data, fomula atau pendekatan
diantaranya adalah (1) pengujian data konduktansi, (2) jarak kritis “critical distances” oleh Bjerrum, dan
(3) jumlah transfer ion.
Ketiga, air sebagai pelarut
dibangun atas sifat fisik yang kuat yakni ikatatan hidrogen dibandingkan
gaya-gaya Van der Walls yang lemah. Ikatan jenis ini dapat menjelaskan sifat
air yang memiliki titik didih, entalpi dan entropi pengupan yang tinggi.
Keempat, dilihat dari strukturnya
air memiliki 2 atom hidrogen yang berarti memungkinkan untuk atom oksigen mengalami
pengaturan kedalam struktur diamond tetrahedral dengan keadaan hidrogen yang
berada pada atau dekat dengan garis inti dalam diantara oksigen. Hal ini cukup
berbeda atau tidak mungkin untuk dilakukan pengaturan nitrogen menjadi susunan
struktur diamond seperti air.
Kelima, perbedaan struktur kedua
pelarut ini menjelaskan rendahnya pergerakan ion hidrogen dalam amoniak cair
dibandingkan dengan besarnya nilai (abnormal) dalam pelarut air. Hal ini telah
dibuktikkan dalam penelitian sebelumnya bahwa ion NH4+
dalam amoniak cair lebih stabil yakni sebsar 75,2 KJ/mol (18 Kcal/mol)
dibandingkan dengan hidrat proton dalam air (jika disandingkan dengan spesis
pelarutnya yang sama).
Daftar Pustaka
1.
J. B. Gill, 1970, Journal of Chemical Education, 47(9): 619-623.
Leave a Comment