Berkenalan dengan H2O Bagian 2: Pencemaran Air
Air merupakan salah satu zat
esensial yang vital dan dibutuhkan oleh sebagian besar makhluk hidup tidak terkecuali
manusia. Bisa dibayangkan jika di dunia ini, air menghilang atau sudah tidak
layak untuk digunakan sebagaimana mestinya. Apa yang akan terjadi selanjutnya?
Tentunya penghuni di bumi ini semakin lama akan menyusut karena kekurangan air
atau bisa dibilang “kiamatnya” umat
manusia di bumi ini. Jadi kita sebagai generasi penerus atau khalifah yang mendiami bumi ini ribuan
tahun lamanya tidaklah aneh jika menjadi pewaris untuk menjaga bumi dan isinya
khususnya lingkungan air tetap bersih dan terjaga dengan baik.
Namun, tidak bisa dipungkiri
jikalau saat ini lingkungan air kita mengalami penurunan dalam hal kualitasnya
hingga saat ini. Ini bisa terjadi karena efek samping dari pertumbuhan penduduk
yang semakin meningkat. Pertumbuhan penduduk yang semakin meningkat menjadi
salah satu faktor peningkatan massa polusi. Selain itu, secara global
perkembangan industri, baik agroindustri, pabrik atau manufaktur yang tidak
menjaga lingkungan sekitarnya turut pula menyumbangkan dampak pencemaran ke
ekosistem air. Singkatnya, pencemaran lingkungan air sebagian besar dilakukan
oleh tangan manusia itu sendiri.
Berbicara mengenai pencemaran,
dalam hal ini kita harus menetahui betul tentang sumber-sumber apa saja yang
dimasukkan sebagai bentuk “pencemaran”
dan tidak ketingalan dengan indikatornya. Menurut Suriawira [1] sumber
pencemaran secara garis besar dibagi menjadi 2 yakni sumber domestik dan
non-domestik. Lebih lanjut, sumber domestik diantaranya adalah meliputi
pemukiman, kota, pasar, jalan. Sedangkan sumber non-domestik dapat dilakukan
oleh pelaku industri, pertanian dan sumber terkait lainnya. Susanto [2]
mengklasifikan proses terjadinya pencemaran air kedalam 2 bagian besar yakni:
Kategori pertama adalah
pencemaran yang berasal dari sumber-sumber langsung (direct contaminant sources), yaitu buangan (effluent) yang berasal dari sumber pencemar limbah pabrik atau
suatu kegiatan dan limbah seperti limbah cair domestik dan tinja serta sampah.
Pencemaran terjadi karena buangan ini langsung mengalir ke dalam sistem pasokan
air (urban water supplies system)
seperti sungai, kanal, parit atau selokan.
Kategori kedua adalah pencemaran
yang berasal dari sumber-sumber tak langsung (indirect contaminant sources), yaitu kontaminan yang masuk dan
bergerak kedalam tanah melalui celah-celah dan pori-pori tanah dan batuan
akibat pencemaran pada air permukaan baik dari limbah industri maupun dari
limbah domestik.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah
Republik Indonesia No. 82 Tahun 2001 menyebutkan bahwa:
“....Pencemaran air adalah masuknya atau
dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi, dan atau komponen lain kedalam air
dan berubahanya tatanan air oleh kegiatan manusia, sehingga kualitas air turun
sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan air tidak dapat berfungsi lagi
sesuai peruntukkannya....”
Peraturan diatas merupakan bentuk
rambu-rambu dalam mendefinisikan pencemaran sehingga dapat secara jelas ikhwal
kegiatan atau aktivitas apa saja yang dapat dikategorikan sebagai pencemaran
air. Hal ini mengingat bahwa air adalah komponen dari lingkungan hidup, maka
pencemaran air merupakan spesifikasi dari pencemaran lingkungan hidup. Oleh
karena itu, pencemaran air juga berimplikasi terhadap masalah hukum. Di sisi lain, pencemaran perlu diatur secara
hukum mengingat air merupakan milik umum yang penguasaanya dimandatkan kepada
pemerintah [2]
Menurut Wardhana [3], indikator
atau tanda bahwa lingkungan air telah tercemar adalah adanya perubahan tanda
yang dapat diamati sebagai berikut:
- Adanya perubahn suhu air;
- Adanya perubahan pH atau konsentrasi hidrogen;
- Adanya perubahan warna, bau, dan rasa air;
- Timbulnya endapan, koloidal, dan bahan terlarut;
- Adanya mikroorganisme;
- Meningkatnya radioaktivitas air lingkungan
Darmono [4], menjelaskan pencemaran
air tidak hanya dapat menajdi masalah regioal namun dapat juga menjadi masalah
dengan cakupan yang sangat luas yakni cakupan lingkungan global yang secara
langsung sangat berhubungan dengan udara serta penggunaan lahan tanah dan
daratan. Pada saat udara yang tercemar jatuh ke bumi bersama air hujan, maka
air tersebut akan tercemar. Beberapa jenis bahan kimia untuk pupuk dan pestisida
pada lahan pertanian akan terbawa air ke daerah sekitarnya sehingga mencemari
air pada permukaan lokasi yang bersangkutan. Pengolahan tanah yang kurang baik
akan dapat menyebabkan erosi sehingga air permukaan tercemar dengan endapan.
Banyak sekali penyebab terjadinya pencemaran yang akhirnya zat-zat pencemar ini
bermuara ke lautan sehingga secara tidak langsung menyebabkan pencemaran pantai
dan laut sekitarnya.
Pencemaran air oleh aktivits
manusia hingga saat ini secara tidak langsung telah merusak sebagian besar
lingkungan alam bumi. Hal ini pun tak bisa tutupi kembali, bahwa hutan yang memiliki
peran vital dalam menjaga lingkungan air di dalam tanah turut digunduli oleh
orang-ornag yang tidak bertanggungjawab sehingga menyebabkan petaka bagi masyarakat
sekitarnya. Petaka ini dapat berupa kekeringan di musim panas, banjir di musim
hujan bahkan minimnya ketersediaan air bersih yang seharusnya menjadi bahan
pokok utama demi kelangsungan hajat hidup orang banyak. Oleh karena itu, pencemaran mau tidak mau
harus dikendalikan atau jika perlu dihentikan sedini mungkin sehingga dampak
negatif yang ditimbulkan dari pencemaran ini tidak semakin parah dan berakibat
baik secara regional maupun global.
Daftar Pustaka
1.
U. Suriawira, 1996, Mikrobiologi Air dan dasar-Dasar Pengolahan Buangan Secara Biologis,
Alumni.
2.
J. P. Susanto, 2005, J. Tek. Ling. P3TL-BPPT, 6(2): 402-409.
3.
W.A. Wardhana, 1999, Dampak Pencemaran Lingkungan, Penerbit Andi.
4.
Darmono, 2001, Lingkungan Hidup dan Pencemaran, UI Press.
Leave a Comment