Berkenalan dengan H2O Bagian 2: Pencemaran Air

H2O, peraturan menteri, Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 82 Tahun 2001 , ekologi air, industri pencemar air, pewarna, indikator atau tanda bahwa lingkungan air telah tercemar,

Air merupakan salah satu zat esensial yang vital dan dibutuhkan oleh sebagian besar makhluk hidup tidak terkecuali manusia. Bisa dibayangkan jika di dunia ini, air menghilang atau sudah tidak layak untuk digunakan sebagaimana mestinya. Apa yang akan terjadi selanjutnya? Tentunya penghuni di bumi ini semakin lama akan menyusut karena kekurangan air atau bisa dibilang “kiamatnya” umat manusia di bumi ini. Jadi kita sebagai generasi penerus atau khalifah yang mendiami bumi ini ribuan tahun lamanya tidaklah aneh jika menjadi pewaris untuk menjaga bumi dan isinya khususnya lingkungan air tetap bersih dan terjaga dengan baik.

Namun, tidak bisa dipungkiri jikalau saat ini lingkungan air kita mengalami penurunan dalam hal kualitasnya hingga saat ini. Ini bisa terjadi karena efek samping dari pertumbuhan penduduk yang semakin meningkat. Pertumbuhan penduduk yang semakin meningkat menjadi salah satu faktor peningkatan massa polusi. Selain itu, secara global perkembangan industri, baik agroindustri, pabrik atau manufaktur yang tidak menjaga lingkungan sekitarnya turut pula menyumbangkan dampak pencemaran ke ekosistem air. Singkatnya, pencemaran lingkungan air sebagian besar dilakukan oleh tangan manusia itu sendiri.

Berbicara mengenai pencemaran, dalam hal ini kita harus menetahui betul tentang sumber-sumber apa saja yang dimasukkan sebagai bentuk “pencemaran” dan tidak ketingalan dengan indikatornya. Menurut Suriawira [1] sumber pencemaran secara garis besar dibagi menjadi 2 yakni sumber domestik dan non-domestik. Lebih lanjut, sumber domestik diantaranya adalah meliputi pemukiman, kota, pasar, jalan. Sedangkan sumber non-domestik dapat dilakukan oleh pelaku industri, pertanian dan sumber terkait lainnya. Susanto [2] mengklasifikan proses terjadinya pencemaran air kedalam 2 bagian besar yakni:

Kategori pertama adalah pencemaran yang berasal dari sumber-sumber langsung (direct contaminant sources), yaitu buangan (effluent) yang berasal dari sumber pencemar limbah pabrik atau suatu kegiatan dan limbah seperti limbah cair domestik dan tinja serta sampah. Pencemaran terjadi karena buangan ini langsung mengalir ke dalam sistem pasokan air (urban water supplies system) seperti sungai, kanal, parit atau selokan.

Kategori kedua adalah pencemaran yang berasal dari sumber-sumber tak langsung (indirect contaminant sources), yaitu kontaminan yang masuk dan bergerak kedalam tanah melalui celah-celah dan pori-pori tanah dan batuan akibat pencemaran pada air permukaan baik dari limbah industri maupun dari limbah domestik.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 82 Tahun 2001 menyebutkan bahwa:

“....Pencemaran air adalah masuknya atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi, dan atau komponen lain kedalam air dan berubahanya tatanan air oleh kegiatan manusia, sehingga kualitas air turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan air tidak dapat berfungsi lagi sesuai peruntukkannya....”

Peraturan diatas merupakan bentuk rambu-rambu dalam mendefinisikan pencemaran sehingga dapat secara jelas ikhwal kegiatan atau aktivitas apa saja yang dapat dikategorikan sebagai pencemaran air. Hal ini mengingat bahwa air adalah komponen dari lingkungan hidup, maka pencemaran air merupakan spesifikasi dari pencemaran lingkungan hidup. Oleh karena itu, pencemaran air juga berimplikasi terhadap masalah hukum.  Di sisi lain, pencemaran perlu diatur secara hukum mengingat air merupakan milik umum yang penguasaanya dimandatkan kepada pemerintah [2]
Menurut Wardhana [3], indikator atau tanda bahwa lingkungan air telah tercemar adalah adanya perubahan tanda yang dapat diamati sebagai berikut:

  • Adanya perubahn suhu air;
  • Adanya perubahan pH atau konsentrasi hidrogen;
  • Adanya perubahan warna, bau, dan rasa air;
  • Timbulnya endapan, koloidal, dan bahan terlarut;
  • Adanya mikroorganisme;
  • Meningkatnya radioaktivitas air lingkungan

Darmono [4], menjelaskan pencemaran air tidak hanya dapat menajdi masalah regioal namun dapat juga menjadi masalah dengan cakupan yang sangat luas yakni cakupan lingkungan global yang secara langsung sangat berhubungan dengan udara serta penggunaan lahan tanah dan daratan. Pada saat udara yang tercemar jatuh ke bumi bersama air hujan, maka air tersebut akan tercemar. Beberapa jenis bahan kimia untuk pupuk dan pestisida pada lahan pertanian akan terbawa air ke daerah sekitarnya sehingga mencemari air pada permukaan lokasi yang bersangkutan. Pengolahan tanah yang kurang baik akan dapat menyebabkan erosi sehingga air permukaan tercemar dengan endapan. Banyak sekali penyebab terjadinya pencemaran yang akhirnya zat-zat pencemar ini bermuara ke lautan sehingga secara tidak langsung menyebabkan pencemaran pantai dan laut sekitarnya.

Pencemaran air oleh aktivits manusia hingga saat ini secara tidak langsung telah merusak sebagian besar lingkungan alam bumi. Hal ini pun tak bisa tutupi kembali, bahwa hutan yang memiliki peran vital dalam menjaga lingkungan air di dalam tanah turut digunduli oleh orang-ornag yang tidak bertanggungjawab sehingga menyebabkan petaka bagi masyarakat sekitarnya. Petaka ini dapat berupa kekeringan di musim panas, banjir di musim hujan bahkan minimnya ketersediaan air bersih yang seharusnya menjadi bahan pokok utama demi kelangsungan hajat hidup orang banyak.  Oleh karena itu, pencemaran mau tidak mau harus dikendalikan atau jika perlu dihentikan sedini mungkin sehingga dampak negatif yang ditimbulkan dari pencemaran ini tidak semakin parah dan berakibat baik secara regional maupun global.

Daftar Pustaka
1.       U. Suriawira, 1996, Mikrobiologi Air dan dasar-Dasar Pengolahan Buangan Secara Biologis, Alumni.
2.       J. P. Susanto, 2005, J. Tek. Ling. P3TL-BPPT, 6(2): 402-409.
3.       W.A. Wardhana, 1999, Dampak Pencemaran Lingkungan, Penerbit Andi.
4.       Darmono, 2001, Lingkungan Hidup dan Pencemaran, UI Press.

No comments

Powered by Blogger.